Maukah kalian menjadi seorang penulis profesional?

Jika dulu era 70 an ketika saya mengawali karier (cielee!) kepenulisan, banyak nian yang mencibir ketika kusebut pekerjaanku.

"Apa sih pekerjaanmu?" tanya seorang anak muda yang kutemui di bis Bandung-Jakarta.
"Menulis."
"Menulis...emangnya buta huruf?"
"Apa hubungannya dengan buta huruf?"
"Lah tadi katanya menulis, artinya, selama ini kamu buta huruf kan?"

Hoooh! Sebeeelll!

Bahkan setelah berpuluh tahun kemudian, setelah karya saya puluhan, ini kejadiannya di kelurahan Depok, di Sukmajaya. Saya ingin sekali mengubvah pekerjaan di KTP itu yang selalu; di kolom pekerjaan ditulis; Ikut Suami, ini harus kuubah!

Lah iyalah, memangnya daku gak ada kerjaan apa, moso ikut-ikut suami saja?
Lagian mana pernah daku ikut suami, bahkan letak kantornya sih tahu, cuma tak pernah sekalipun daku menginjakkan kaki di departemennya itu. Pokoknya, harus diubah!

"Mau jadi apa diubahnya?" tanya petugas.
"Pekerjaan saya Penulis!" sahutku mantaaap, meeen, hehehe...
"Oh, maksudnya Juru Tulis, ya?"
"Iiiih, bukaaan! Maksudku, Pengarang!"

"Ooooh, yang suka mengarang itu tukang mengkhayal, ya kaaaan?"
Dan mimiknya itu loh sungguh takkan kulupakan, melecehkan niaaaan!
"Pokoknya tuliskan sajalah, Pengarang, Novelis, sudah ya, ini..."

Akhirnya kuselipkan juga selembar 50 ribu, amaaaan deh, aaargh!